You must have JavaScript enabled in order to use this theme. Please enable JavaScript and then reload this page in order to continue.
Loading...
Logo Desa Hadiwarno
Desa Hadiwarno

Kec. Mejobo, Kab. Kudus, Provinsi Jawa Tengah

Sejarah Desa

Administrator 04 Januari 2023 Dibaca 37 Kali

DESA NGEMBAL KULON

A. Profil Desa Ngembal Kulon

Ngembal Kulon merupakan sebuah desa yang berada di kecamatan Jati kabupaten Kudus. Sebagian besar penduduknya beragama Islam. Mata pencaharian penduduk desa Ngembal Kulon sebagian besar adalah pengrajin genteng.

Jauh sebelum Negara Indonesia merdeka, Ngembal sudah menjadi wilayah desa yang dihuni oleh penduduk yang diurus oleh salah satu kerajaan bernama kerajaan Mataram. Kemudian, setelah negara kita dijajah oleh Belanda, dibuatlah jalan raya oleh Daendels dari Anyer sampai Banyuwangi dan desa Ngembal terbelah oleh jalan raya tersebut.

Akhirnya Desa Ngembal dibagi menjadi tiga yaitu: Desa Ngembal kulon, Desa Ngembal Tengah dan Desa Ngembal Wetan. Desa Ngembal Tengah dengan Desa Ngembal Wetan pun dijadikan satu menjadi Desa Ngembal Rejo, sedangkan Desa Ngembal Kulon, menjadi desa tersendiri. Desa Ngembal Kulon terbagi menjadi 4 Dukuh  yang terdiri dari 4 RW dan 20 RT, sebagai berikut :

  1. RW 1 Dukuh Krasak
  2. RW 2 Dukuh Tambak boyo
  3. RW 3 Dukuh Dapur
  4. RW 4 Dukuh Klotok

Desa Ngembal Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus, Provinsi Jawa Tengah merupakan satu dari 14 desa di Kecamatan Jati yang mempunyai jarak 5 km dari kota kabupaten. Secara geografis Desa Ngembal Kulon sendiri terletak di perbatasan dengan:

  1. Sebelah Utara : Desa Ngembal Rejo
  2. Sebelah Timur : Desa Golan Tepus
  3. Sebelah Selatan : Desa Megawon
  4. Sebelah Barat : Desa Tumpang Krasak

Pada periode bulan Juli tahun 2022 Desa Ngembal Kulon tercatat mempunyai total penduduk 5.869 orang, dengan 1.881 Kepala Keluarga (KK) yang terdiri dari laki-laki berjumlah 2.986 orang, dan perempuan berjumlah 2.883 orang.[1]

Keberadaan industri genteng sudah menjadi urat nadi perekonomian di desa Ngembal Kulon. Dengan melibatkan tenaga kerja dari lingkungan sendiri yang berasal dari anggota keluarga juga menyedot tenaga kerja sekitar desa dan kecamatan. Namun terdapat juga mata pencaharian lain di Desa Ngembal Kulon seperti industri bahan bangunan, perdagangan dan pertanian. [2]

B. Sejarah Singkat Cikal Bakal Desa Ngembal Kulon

  1. Mbah Poncowati

Mbah Poncowati atau yang sering warga sebut Mbah Buyut Poncowati  merupakan salah satu tokoh cikal bakal di desa Ngembal Kulon, Kecamatan Jati, Kabupaten Kudus tepatnya di dukuh Klotok RT 02 RW 04, makam beliau berada di antara pemakaman umum, namun yang membedakannya makam beliau di beri bangunan khusus (cungkup) yang menandakan bahwa beliau adalah tokoh cikal bakal yang dihormati perjuangannya dalam mensyiarkan agama Islam di daerah tersebut.

Mbah Poncowati adalah seorang Pangeran dan Waliyullah yang hidup sebelum Kangjeng Sunan Kudus.[3] Peninggalan beliau yang saat ini adalah Langgar Bubrah yang berada di desa Demangan Kota Kudus. Mbah Poncowati adalah seorang yang ampuh dan Kenthuk, sampai-sampai tidak ada yang bisa mengalahkan beliau. Kangjeng Sunan Kudus pun tidak bisa mengalahkan beliau.

Nama Poncowati berasal dari Ponco dan Watik. Ponco berarti lima, dalam hal ini penyatu 5 daerah yaitu Kudus, Jepara, Pati, Demak dan Grobogan. Sedangkan Watik artinya pemimpin yang membela rakyat. Sehingga, nama Poncowati artinya adalah pemimpin pembela rakyat yang berhasil menyatukan 5 daerah yaitu Kudus, Jepara, Pati, Demak dan Grobogan.

Pada abad ke-14 Mbah Poncowati mempunyai tempat semedi ibadah Hindu bernama Sang Hyang Wenang (Langgar Bubrah) yakni berupa tumpukan batu bata berbentuk Mushola yang tampak seolah berantakan atau bubrah dibanding bangunan bersejarah lain di Kabupaten Kudus.

Bangunan cagar budaya ini, berada di Desa Demangan, RT 02 RW 04, Kecamatan Kota. Langgar Bubrah ini, konon merupakan salah satu peninggalan yang sudah dibangun jauh lebih awal sebelum Menara Kudus didirikan. Lokasinya tidak begitu jauh dari Menara Kudus, yaitu sekitar 300 Meter. Jalannya ada di seberang akses arah ke Menara Kudus.

Adapun struktur bangunannya, berupa tumpukan batu bata berwarna merah yang mengelilingi kompleks bangunan. Di beberapa bagian tembok terdapat batu bata yang diukir sedemikian rupa. Kemudian, terdapat pula atap genting berbentuk joglo, berwarna kecoklatan. Menurut juru pelihara Langgar Bubrah Kudus, Parijoto, menjelaskan bahwa Langgar Bubrah dibangun sekitar tahun 1456-an.

Singkat cerita, dari 5 daerah yang berhasil disatukan oleh Mbah Poncowati kala itu, dikisahkan terdapat satu daerah yang sangat kuat yaitu daerah Demak. Sehingga untuk mengurangi kekuatan kerajaan Demak, maka Raja Brawijaya V mengutus Mbah Poncowati (Pangeran Poncowati) untuk mengalahkan atau mengganggu alur ekonomi kerajaan Demak. Mbah Poncowati pun bersemedi di pepunden atau sekarang dinamakan Langgar Bubrah berhari-hari lamanya.

Dan akhirnya semedi beliau pun membuahkan hasil, ini dibuktikan dengan akses ekonomi (laut) di Kerajaan Demak yang tambah dangkal dan terus bertambah dangkal sehingga mengganggu perekonomian. Tidak terima dengan apa yang dilakukan oleh Mbah Poncowati, maka kemudian kerajaan Demak mengutus Mbah Sunan Kudus yang berdomisili waktu itu di Blora, untuk mengubah punden tempat  persemedian dan pemujaan menjadi langgar atau Mushola.

Hal ini, membuat Mbah Poncowati tidak berkenan dan marah besar, sehingga terjadi perseteruan antara kedua pemimpin tersebut. Namun, karena Mbah Poncowati tidak bisa mengendalikan emosi, lalu pada akhirnya beliau pun kalah, dan dengan kekalahannya itu maka beliau langsung masuk Islam.

Sejarah mencatat bahwa, yang menjadi sebab Mbah  Poncowati masuk Islam adalah karena Kangjeng Sunan Kudus. Namun, yang mensyahadat-kan masuk Islamnya Mbah Poncowati adalah Sunan Ampel, Surabaya. Dan perlu diingat bahwa Mbah Poncowati Ngembal Kulon adalah seorang anak raja (Pangeran) berbeda dengan Mbah Panglima Poncowati yang di makamkan di Kompleks Makam Sunan Kudus adalah seorang Panglima Perang. Dari peristiwa ini, untuk menghargai dan toleransi agama terdahulu (Hindu) maka Kangjeng Sunan Kudus melarang menyembelih sapi. Karena sikap tegas, jantan, dan berwibawa nya Mbah Poncowati Ngembal Kulon maka panglimanya Mbah Sunan Kudus diberi gelar Panglima Poncowati.

Adapun Buka Luwur beliau di peringati setiap tanggal 13 Suro dengan prosesi diantaranya yaitu warga mengolah daging untuk persiapan pengajian, khataman Al-Qur’an di sore hari/sehabis Ashar, kemudian Tahlilan baru diadakan Pengajian umum dan santunan anak yatim, yang dihadiri oleh masyarakat Ngembal Kulon maupun daerah luar, pada  malam harinya.[4]

Beri Komentar
Komentar baru terbit setelah disetujui oleh admin
CAPTCHA Image

APBDes 2023 Pelaksanaan

Pendapatan
Rp 3.447.108.936,00 Rp 3.606.468.098,00
95.58%
Belanja
Rp 3.562.648.079,00 Rp 4.351.443.530,00
81.87%

APBDes 2023 Pendapatan

Hasil Usaha Desa
Rp 23.012.100,00 Rp 27.000.000,00
85.23%
Hasil Aset Desa
Rp 315.880.000,00 Rp 315.502.498,00
100.12%
Dana Desa
Rp 1.136.577.000,00 Rp 1.136.577.000,00
100%
Bagi Hasil Pajak Dan Retribusi
Rp 154.432.500,00 Rp 154.432.500,00
100%
Alokasi Dana Desa
Rp 603.596.712,00 Rp 605.956.100,00
99.61%
Bantuan Keuangan Provinsi
Rp 505.000.000,00 Rp 505.000.000,00
100%
Bantuan Keuangan Kabupaten/Kota
Rp 650.000.000,00 Rp 650.000.000,00
100%
Penerimaan Dari Hasil Kerjasama Dengan Pihak Ketiga
Rp 50.000.000,00 Rp 200.000.000,00
25%
Bunga Bank
Rp 8.610.624,00 Rp 12.000.000,00
71.76%

APBDes 2023 Pembelanjaan

Bidang Penyelenggaran Pemerintahan Desa
Rp 1.129.092.379,00 Rp 1.286.948.283,00
87.73%
Bidang Pelaksanaan Pembangunan Desa
Rp 1.507.519.500,00 Rp 1.546.485.200,00
97.48%
Bidang Pembinaan Kemasyarakatan Desa
Rp 436.812.500,00 Rp 679.053.500,00
64.33%
Bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa
Rp 330.150.700,00 Rp 356.290.200,00
92.66%
Bidang Penanggulangan Bencana, Darurat Dan Mendesak Desa
Rp 159.073.000,00 Rp 482.666.347,00
32.96%